lanjutan dari Kumpulan Puisi Karya Mahasiswa I (terbaru).
Masih dalam sebuah cerita Puisi dan dramatika bahasa serta apresiasi bahasa.
Beberapa puis dibawah ini adalah karya seorang Mahasiswa bernama Abu Bakar Lee Wintoro. (Ngawi)
TAK TERASA BEDA
Tak terasa beda
Rasa teduh pepohonan tempat kita
Udara yang kita hirup untuk pernapasan
Dingin ataupun panas yang kita rasakan Sinar mentari, bintang, dan rembulan Terlihat sama dari tempat kita bukan ?
Tak ada yang berbeda bagi kita
Di mana rerumputan terlihat sama
Bergerak mengalun dengan indahnya
Nada dan irama kehidupan serta harmoni kita
Tidak kita dengar berbeda Sama indah sama merdunya Jadi kenapa kau terlihat sedih ?
Kita tak terlihat berbeda
Atas langit yang kita junjung
Dan bumi tempat kita berlindung Mata air kita mengalir dari gunung Jernih tak membiat kau bingung
Mari kita cuci lumut-lumut kebodohan
Dan kenapa kita tak mencoba melestarikan ?
Warna kulit dan balutan busana kita
Yang terlihat berbeda
Anugrah dari Tuhan, adil kita terima sama
Kendati doa kita berbeda
Jadi cobalah kita untuk mensyukuri semua
Tak terasa beda
Rasa teduh pepohonan tempat kita
Udara yang kita hirup untuk pernapasan
Dingin ataupun panas yang kita rasakan Sinar mentari, bintang, dan rembulan Terlihat sama dari tempat kita bukan ?
Tak ada yang berbeda bagi kita
Di mana rerumputan terlihat sama
Bergerak mengalun dengan indahnya
Nada dan irama kehidupan serta harmoni kita
Tidak kita dengar berbeda Sama indah sama merdunya Jadi kenapa kau terlihat sedih ?
Kita tak terlihat berbeda
Atas langit yang kita junjung
Dan bumi tempat kita berlindung Mata air kita mengalir dari gunung Jernih tak membiat kau bingung
Mari kita cuci lumut-lumut kebodohan
Dan kenapa kita tak mencoba melestarikan ?
Warna kulit dan balutan busana kita
Yang terlihat berbeda
Anugrah dari Tuhan, adil kita terima sama
Kendati doa kita berbeda
Jadi cobalah kita untuk mensyukuri semua
a
KAPITALISME
Mereka bilang negeriku kaya
Sumber daya alam dan hutannya
Laut, samudra tempat mereka mencari ikan
Melimpah hasil sektor pertanian
Lumintu para pedagang pasar kaum pinggiran
Namun saat ini nol besar bagiku
Jika kapitalis menguasai negeriku
Nyanyian pedagang ikan tak lagi merdu
Yang ada hanya ronta anak petani
Jeritan pedagang kecil menyayat hati
Siapa yang mengatakan negeri ini merdeka ?
Terlebih kaya
Diskriminasi kasta masih jadi ukuran
Persis seperti tempo dulu
Kolonialisme membunuh harapan
Ber backingkan meriam dan senapan
Dan sekarang investor tak henti menikam
Mereka bilang negeriku kaya
Sumber daya alam dan hutannya
Laut, samudra tempat mereka mencari ikan
Melimpah hasil sektor pertanian
Lumintu para pedagang pasar kaum pinggiran
Namun saat ini nol besar bagiku
Jika kapitalis menguasai negeriku
Nyanyian pedagang ikan tak lagi merdu
Yang ada hanya ronta anak petani
Jeritan pedagang kecil menyayat hati
Siapa yang mengatakan negeri ini merdeka ?
Terlebih kaya
Diskriminasi kasta masih jadi ukuran
Persis seperti tempo dulu
Kolonialisme membunuh harapan
Ber backingkan meriam dan senapan
Dan sekarang investor tak henti menikam
s
DIALOG PAGI INI
Surya memaksa awan menyembunyikan bintang
Mencairlah embun, menetes dari dedaunan dan ilalang
Terlihat penuh keyakinan kau melangkah datang
Dari tanganmu kau seduhkanku secangkir kopi
Serta segenggam inspirasi
Latar belakangmu bukanlah penghalang
Untuk kita berbincang-bincang
Dengan harapan pagi ini dan masa depan panjang
Menjelang hingga batas sisa tulang
Di balik mega ronta masa kecil telah pergi
Kedewasaan memekarkan melati
Semerbak harum sari-sari tanpa duri
Mari bersandarlah lelah di pohon tua ini
Hanya kita dan mentari yang membatasi
Durasi obrolan penuh harapan pagi ini Seterusnya …
Biar takdir Tuhan melukis semua
Surya memaksa awan menyembunyikan bintang
Mencairlah embun, menetes dari dedaunan dan ilalang
Terlihat penuh keyakinan kau melangkah datang
Dari tanganmu kau seduhkanku secangkir kopi
Serta segenggam inspirasi
Latar belakangmu bukanlah penghalang
Untuk kita berbincang-bincang
Dengan harapan pagi ini dan masa depan panjang
Menjelang hingga batas sisa tulang
Di balik mega ronta masa kecil telah pergi
Kedewasaan memekarkan melati
Semerbak harum sari-sari tanpa duri
Mari bersandarlah lelah di pohon tua ini
Hanya kita dan mentari yang membatasi
Durasi obrolan penuh harapan pagi ini Seterusnya …
Biar takdir Tuhan melukis semua
s
SAJAK BIRU
Buatlah ini menjadi biru Samudra memerah
Fitnah penuh darah
Penuh tangis penuh haru
Mawar terbakar
Angin melemparnya ke segala penjuru
Cepat lempar pasir itu
Agar apinya cepat membiru
Biru.....
Ternyata lukamu membiru
Lukaku memburu haru
Dan aku tak mengharapkan seperti itu
Ku pikir kita sama-sama tahu
Hitam adalah darah kebencian
Namun biru ternyata lebih kejam
Lebih kejam daripada kebencian
Sebab dia membunuh pelan-pelan.
Buatlah ini menjadi biru Samudra memerah
Fitnah penuh darah
Penuh tangis penuh haru
Mawar terbakar
Angin melemparnya ke segala penjuru
Cepat lempar pasir itu
Agar apinya cepat membiru
Biru.....
Ternyata lukamu membiru
Lukaku memburu haru
Dan aku tak mengharapkan seperti itu
Ku pikir kita sama-sama tahu
Hitam adalah darah kebencian
Namun biru ternyata lebih kejam
Lebih kejam daripada kebencian
Sebab dia membunuh pelan-pelan.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih telah berkunjung diblog Kata Estetika ini, silahkan tinggalkan komentar anda,