Beranda Teks Pidato Tata Bahasa Sastra Ceramah Khutbah Arti Kata Puisi

Tiga Istri serumah | Madu-Madu Manis

Sepertinya tak seorang pun yang menyukai penataran dalam bentuk apapun, karena aIasan-alasan yang dapat ditebak; ngantuk. bosan dan capek. "Ah, untung ini hari terakhir, jadi besok bisa istirahat" pikirku. Byur ceprot! "An, bajuku terkena cipratan air yang tergenang diJalan,“ yaah basah deh. eh siapa yang mengendarai sepeda motor itu, kok rasanya aku kenal, "mataku menatap iekat-iekat pengendara motor yang barusan memberi cipratan dahsyatsehingga mengotori bajuku."Maafya bu, eh mbak  saya tidak sengaja, iagi pula mbak terlalu tengah sih jalannya, makanya kalau jalan jangan sambil melamun". 
Dasar lagi sial sudah baju basah, kotor  eh masih juga-disalahkan, tapi ngomong-ngomong aku semakin rnengenai nada suaranya, ya! Tidak salah Iagi  "Mira!" teriakku  Aha  cukup mengagetkan dia."Eh, koq, mengenaiku tanyanya dengan kebingungan, "siapa ya?" "memangnya kamu siapa,seenaknya ngomel orang di jalan, memangnya saya tidak berani!" Aku sengaja nge-gos dia supaya makin jeias mengenaliku. 
"Haa Rossaa..!! pekik Mira setengah rnembanting sepeda motornya ke pinggir dengan cepat dia menghampiri kearahku dan kami berpelukan tidak sadar, yang membuat beberapa pasang mata memperhatikan gerak-geraik kami. 
"Dimana kamu sekarang Mir?" tanyaku,
"Sudan deh, gini aja kamu ikut saya ke rumah, tuh rumah saya yang paling tinggi, kelihatan dari sini," mataku mengikuti telunjuk Mira yang diarahkan pada sebuah bangunan yang memang paling tinggi di situ, 
"itu rumahmu?" tanyaku setengah tidak percaya. 
"Makanya ikut saja, yuk! Sekalian ganti bajumu yang kotor, 
"malu kalau dilihat orang." Katanya sambil menggamit tanganku untuk menaiki sepeda motornya, 
Aku“, nurut saja, lagi pula itung-itung kangen-kangenan sudah hampir sepuluh tahun tidak bertermu
“Nah sudah sampai" Assalamu'alaykum'? 
"Sapa Mira pada beberapa bocah kecil ber-kerurnun di sana. 
"Wa‘aIaykumus-salam" Jawab mereka serempak. 
“Anakmu yang mana Mir?" tanyaku sambil mencari-cari wajah yang kira-kira mirip ibunya. "Semua" Jawab Mira tenang, sambil menuntunku yang masih terbengong-bengong kebingungan, wah pasti Mira bercanda pikirku,sambil menatap anak-anak yang langsung menghampiri Mira.
“Umi-umi bikinin tas dong mi” aku bikin kapan telbang celoteh anak-anak itu merajuk pada mira bahasa balita yang masih sulit dipahami. "Kalau bikin kapal Iaut seperti bikinan abi umi bisa ngga?" lho  lho  ko, semuanya memanggil umi sama Mira, apa ini panti asuhan ya, pikirku penasaran.
"Sebentar  sebenar ya, kali ini umi ada teman jadi kalian teruskan mainnya, umi janji nanti umi bikinkan apa saja dari kertas sekarang kalian beri salam dulu sama teman umi ayo bilang apa? 
"Assalamu 'alaykurn ' Kata mereka serempak. "Wa 'alaykumussalam, "Jawabku tetap tidak mengerti sambil menatap anak-anak itu berhamburan kenalaman rumah."Hei koq bengong, ayo kita. keatas Mira menuntunku menuju tangga Suami mu ada mir?" tanyaku meruban suasana "Sedang ke Bekasi." Jawab Mira pandek. Sambil menapaki satu demi satu lantai tangga, mataku melihat-Iihat seisi rumah, Subhanallah  besar sekali rumah ini beruntung Mira mempunyai rumah sebesar ini, pikirku."Koq sudah pulang kak Mira, jadi enggak belanjanya?" tanya seorang ibu muda yang sedang hamil tua, ketika berpapasan di tangga.
"Tidak tuh, besok aja deh, soalnya ada yang lebih penting nih ketemu teman lama.  Mira memperkenalkanku dengan perempuan itu. "Linda" begitu dia mernperkenalkan diri..., kupikir dia adiknya Mira soalnya sama-sama cantik, tapi..eh... Miira kan anak paling bontot yang kutahu, aku kan pernah menginap dirumahnya. “He.. melamun lagi mira menepuk tanganku.”
"Oh maaf, saya Rossa, teman Mira, berapa bulan ini? " tanyaku sambil mengusap buncit milik Linda. "Sudah bulan ke sembilan." Linda menjawab dengan spontan mengusap perutnya.
"Aduh hati-hati ya, kemana bapaknya? " tanyaku lagi untuk mnenghilangkan kekakuan. "Lagi ke Bekasi luh  sudah dua hari,“ Linda memberi keterangan. “Oh  bareng sama suamimu Mir? Tanyaku pada Mira. Mira dan Linda saling berpandangan sambil mengangkat kedua alisnya. tersenyum tipis, tidak menjawab tapi bagiku itu cukup
memberikan am bahwa jawabannya, “ya”
"Saya ke kamar dulu ya kak " Linda memecah kesunyian. “Silahkan  hati-hati,“ kataku sambil memandangi punggung Linda. “Siapa dia Mir, adik iparmu?" Mira tidak rnenjawab, hanya tersenyum. "Ayo. kamarku paling atas, kita lewat sini. Aku mengamati Kitchen set yang tertata rapi dan cantik  eh ada yang lebih cantik. langsing sedang asyik memasak. apa mungkin pemb.. oh tidak mungkin Pakaiannya begitu rapih dan bersih bahkan Iebih rapi dari Mira.
Belum sempat berfikir lebih jauh Mira menyapa wanita cantik itu. 
“Masak apa hari ini kak Ratih? "Aku jadi lapar nich. “Sapa Mira. 
"Biasa. tumis udang  soalnya mas Zulnan akan datang hari ini, kalau kamu lapar makan duluan saja,  eh siapa ini?" wanita cantik itu spontan mengeluarkan tangannya, mungkin tadi dia tidak sadar kalau Mira datang berdua denganku.
Aku menerima uluran tangan-nya sambil meinperkenalkan diri.
"Rosa"
"Ratih"
"ini temen Mira kak, tidak sengaja kami bertemu sudah kira-kira sepuluh tahun ya tidak bertemu eh... ngomong ngomong tadi kak ratih bilang mas Zulhan datang hari ini’? memang dia telepon?” "lya, Linda yang terima... ya... sudah... kapan makannya, katanya lapar... ayo ajak temanmu sekalian!"
Dengan ramah Ratih mempersilahkan kami makan. ’ "Linda jadi enggak bilang sama mira mungkin lupa ya...?" Mira ngomong sendiri. "Bisa jadi,“ sambung Ratih. Tapi nanti malam datangnya." "Bagus lah, kalau gitu jadi saya bisa leluasa ngobrol sama teman lama, ya kan
Ros?" Tanya Mira dengan nada yang cerita.
Aku semakin bingung melihat sikap Mira..., suami Ratih yang dagang koq Mira yang ceria. "Mas Zulhan itu suami kak Ratih ya Mir?" Aku mencoba menghilangkan rasa penasaranku.
"Suami kami,"jawabMira pendek. "Apa..?"jangan bercanda kamu! "Seperti Mira faham betul apa yang kupikirkan, karena tak lama kemudian setelah memberikan satu stel baju untuk  kupakai sementara yang kotor dicuci, panjang lebar dia bercerita.
"Ross. Kak Ratih itu istri pertarna suamiku, Linda istri ketiga."
"Dan kau istri kedua gitu?”
"He- em" Jawab Mira.
"Yang benar saja. Kamu tidal: main-main kan?" tanyaku penasaran.
"Tentu tidak, dan itu di luar anak-anak kami, tepatnya, kak Ratih tiga. aku tiga dan Linda mau dua " Mira memperjelas pernyataannya. "Kami menerimanya sebagai takdir” turut Mira.
"Ya Allah... bagaimana bisa?"
"Ya bisa dong. dan ini kenyataannya, kami menerimanya sebagai takdir," tutur Mira datar.  Tidak kutemui bayang-bayang kesedihan dan kecemburuan di matanya, padahal dulu aku hapal betul siapa Mira, dengan siapapun dia pacaran dia selalu ingin menguasai, ingin diistimewakan dan manganggap siapapun yang dekat dengan dia adalah miliknya. tidak boleh ada yang lain. Mira selalu menuntut kasih sayang dan perhatian Iebih dari orang-orang di sekelilingnya.
"Ros, makanan sudah siap lho, berhentilah melamun," Mira menepuk pundakku membuyarkan lamunanku.
"Koq, bisa Mir?" kataku sambil terus memandangiwajahnya.
"Mira yang ini lain dengan Mira temanmu dulu,"
"Memangnya aku bukan temanmu lagiMir? "aku tersingugng.
"Bukan begitu maksudku, kita ketemu sekarang hanya kebetulan, temanku yang sesungguhnya sekarang adalah kak Ratih dan Linda, dengan merekalah aku berbagi segalanya. kau mengerti kan? "Mira menepuk tanganku sambil melirik Ratih, dari kejauhan kulihat sedang menyuap empat orang anak, satu digendong oleh seorang pengasuh, Ratih menyuapi sambil bercerita, sekali-sekali dia menghitung, satu..dua, ti... ga... aamm..., ucap anak-anak serempak. 
Aku mencoba mengerti situasi seperti itu... tapi... ach... sulit sekali sampai-sampai aku merasa sulit juga menelan setiap suap makanan yang dihidangkan Ratih dan Mira.
"Ros, kau masih memikirkan tentang aku kan? " nanti makanannya salah masuk lho," Mira menggoda, kemudian dia be,rkata lati. "Walaupun saya seorang Sunda, kak Ratih Jawa dan Linda orang Padang, kami menyadari bahwa kami sama-sama orang Indonesia dan Allah mempersatukan kami di sini sebagai saudara bukan "dimaju," itu lho yang selalu kak Zulhan ingatkan kepada kami." Mira meyakinkanku bahwa dia betul-betul menerima keadaan seperti itu.
Subhanallah. seperti apakah gerangan suami mereka yang telah bisa menyatukan tiga wanita cantik dalam satu atap, dengan keakraban yang tidak dibuat-buat, hm... benar-benar firdaus layak untuk kalian, Ratih, Linda dan kau tentunya... Mira..."
Bagaimana denganku? Perlukah kuceritakan kepada suamiku tentang pertemuanku dengan Mira dan keluarganya sekarang. Siapakah aku seperi mereka?

Tiga Istri kanjeng doso
Oleh Diden Rosenda, 

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih telah berkunjung diblog Kata Estetika ini, silahkan tinggalkan komentar anda,